WAKALA DIRHAM BIMA

Wednesday 27 October 2010

Memahami Dinar Emas dan Dirham Perak

Memahami Dinar dan Dirham sebagai uang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan ilmu ekonomi makro, karena tujuan diciptakan ilmu ekonomi adalah "ilmu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan modal sekecil-kecilnya dengan hasil sebesar-besarnya".


Manusia tidak sadar kalau kebutuhan manusia tak terbatas, sedangkan sumber daya terbatas, untuk memenuhi kebutuhan tak terbatas ilmu ekonomi, diciptakanlah alat tukar tak terbatas untuk membeli semua sumber daya (alam, manusia) dimuka bumi ini. Hal ini dimulai dari pencetakan alat tukar dari kertas yang diberi angka hingga byte komputer yg berkedip di layar ATM.

"Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang secara terus menerus" adalah kebohongan global yang didengungkan oleh para economist. "Kebohongan yang diulang2 akan dipercayai oleh masyarakat". Economist menyembunyikan fakta bahwa "inflasi adalah penurunan nilai alat tukar dari kertas dan byte komputer secara terus menerus."

Menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai uang bukan karena dia anti inflasi -meski memang anti inflasi, melainkan sebagai instrumen beribadah kepada Allah, karena Zakat Maal Nishab dan pembayarannya ditentukan oleh Dinar Emas dan Dirham Perak. Sebagaimana kita mendirikan sholat bukan karena gerakan sholat itu menyehatkan badan karena banyak peregangan sebagaimana yg dilakukan oleh Yoga (mencoba memahami Sholat dengan Ilmu Kesehatan), namun kita mendirikan Sholat karena Allah memerintahkan kita Sholat, dan kita taat.

Segala yg diperintahkan Allah adalah yg terbaik untuk kita, ketika Allah menciptakan dinar emas dan dirham perak sebagai alat tukar (uang) itulah yg terbaik bagi kita, dengannya kita tidak akan mengalami inflasi (penurunan mata uang). Jika terjadi kenaikan harga barang, itu karena penyebab fitrah (paceklik, bencana alam, bukan musim mangga) bukan karena penurunan mata uang.

Ummat Islam sangat dibatasi akses ilmu pengetahuan muammalah oleh para Economist, mereka mengizinkan Ummat belajar Sholat dengan benar, namun tidak mengizinkan ummat mempelajari membayar zakat dengan benar, berdagang dengan benar, syirkat, qirad, guild, dan lain sebagainya. Hal ini tentu menyedihkan, disaat kita berjuang keras menyempurnakan sholat kita, puasa kita, Haji kita, kita asing dengan Zakat kita, Muammalah kita, berdagang kita, dan menggunakan "Ekonomi" sebagai jalan hidup (Dien) kita. Karena kita merasa tidak ingin mengekor bulat-bulat "Dien Ekonomi" ke lubang biawak, maka kita memodifikasi (baca: modernisasi) Dien Islam yang sudah disempurnakan oleh Allah sebagai Dien kita. Sesungguhnya bukan Dien Islam yg perlu dimodernisasi dan diubah-ubah, melainkan diri kita yg harus diformat ulang supaya bersih dari virus2 yg tidak bisa dibersihkan oleh anti virus untuk kembali memeluk Islam secara Kaffaah.

Semoga ajakan saya tidak ditafsirkan sebagai permusuhan.

Wassalamualaykum

Sumber : Disadur dari catatan Riki Rokhman Azis, IT Officer WIN


No comments:

Post a Comment