WAKALA DIRHAM BIMA

Saturday 30 October 2010

Sejujurnya Baim, Sejujurnya Dinar Dirham

Mau pilih dua puluh kertas atau dua puluh lima koin?

Masih ingat potongan iklan salah satu operator selular diatas, yang diperankan oleh Baim, artis cilik?

Pilih yang 25 koin, karena yang 20 bohongan, yang 25 sungguhan,” ujar Baim jujur. Kurang lebih seperti itu apa yang diiklankan. Dengan maksud, bahwa uang mainan yang ditunjukkan oleh saudaranya itu, tidak berlaku walaupun pada saat itu mereka sedang asyik bermain monopoli.

Coba pertanyaan itu diterapkan, jika saya tunjukkan gambar dengan pilihan Rp.20.000 yang beredar sekarang dengan koin 2 Dirham (Dirhamayn)? Anda akan pilih yang mana? Pilih yang kertas atau koin? Dari pertanyaan ini hanya ada dua pilihan, yang tentunya akan sulit dijawab bila yang disodori pertanyaan tidak mengerti apa itu dirham atau dirhamayn.

Yang memilih uang kertas Rp.20.000, tentu punya alasan yang orang awam mengerti. Alasannya jelas, nominalnya lebih besar sepuluh ribu kali lipat dibanding yang koin. Yang pasti, orang yang memilih uang kertas yang ditunjukkan, tidak tahu apa itu dirham dan tidak ingin mencari tahu. Bagi yang memilih koin 2 Dirham, pasti mengerti tentang dirham. Oleh karenanya, ia memberikan pilihannya kepada koin tersebut.

Dirham adalah uang perak murni seberat 2.975 gram dan tidak pernah berubah sejak lebih dari 14 abad yang lalu, dari zamannya Rasulullah saw, yang tercantum juga dalam QS. Yusuf : 20. “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” Tentunya dirham yang disebutkan dalam Al-Qur’an bukan dirham mata uang kertas dari salah satu Negara di Timur Tengah.

Nilai tukar saat ini, 29 Oktober 2010, 1 Dirham adalah Rp. 36.200,-, lebih besar nilainya daripada uang 20ribuan tadi. Pilihan tadi adalah 2 Dirham, senilai Rp. 72.400,-, lebih besar 3.5 kali lipat dari pilihan yang pertama. Tentu saja, nilainya akan tetap abadi sepanjang zaman. Bila tulisan ini dibaca 25 tahun lagi pun, ketika artis cilik tersebut sudah tidak disebut cilik lagi, maka 2 Dirham adalah 2 Dirham dan masih bisa membeli 2 ekor ayam. Bandingkan dengan uang kertas diatas, yang BI sendiri sudah membuat aturan bahwa uang yang diedarkannya hanya berlaku 25 tahun saja. Mungkin uang 20 ribu tersebut hanya berlaku untuk ongkos parkir atau bahkan tidak berlaku lagi, hanya dianggap hiasan dinding atau mungkin sebagai pengganti uang kertas yang hilang pada permainan monopoli yang dimainkan anak cucu kita.

Jika kita kembalikan kepada isi iklan diatas, maka jawaban yang muncul dari orang awam yang sudah sedikit mengerti, “Tentu pilih yang koin 2 Dirham, karena yang Rp.20.000 hanya bohongan dan yang 2 sungguhan.” Dan ini merupakan jawaban yang paling jujur seperti pilihan Baim diatas.

Dan akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang serupa, pilih uang lima puluh ribu atau 0.5 dinar? Pilih Rp.100.000,- atau koin 1 Dinar? Silahkan Anda mengajukan pertanyaan serupa 5, 10 tahun atau bahkan setelah Anda mempunyai anak ataupun cucu. Jawaban mana yang akan dipilih? Biarkan anak atau cucu Anda sendiri yang menjawabnya.

Wednesday 27 October 2010

Memahami Dinar Emas dan Dirham Perak

Memahami Dinar dan Dirham sebagai uang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan ilmu ekonomi makro, karena tujuan diciptakan ilmu ekonomi adalah "ilmu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan modal sekecil-kecilnya dengan hasil sebesar-besarnya".


Manusia tidak sadar kalau kebutuhan manusia tak terbatas, sedangkan sumber daya terbatas, untuk memenuhi kebutuhan tak terbatas ilmu ekonomi, diciptakanlah alat tukar tak terbatas untuk membeli semua sumber daya (alam, manusia) dimuka bumi ini. Hal ini dimulai dari pencetakan alat tukar dari kertas yang diberi angka hingga byte komputer yg berkedip di layar ATM.

"Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang secara terus menerus" adalah kebohongan global yang didengungkan oleh para economist. "Kebohongan yang diulang2 akan dipercayai oleh masyarakat". Economist menyembunyikan fakta bahwa "inflasi adalah penurunan nilai alat tukar dari kertas dan byte komputer secara terus menerus."

Menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai uang bukan karena dia anti inflasi -meski memang anti inflasi, melainkan sebagai instrumen beribadah kepada Allah, karena Zakat Maal Nishab dan pembayarannya ditentukan oleh Dinar Emas dan Dirham Perak. Sebagaimana kita mendirikan sholat bukan karena gerakan sholat itu menyehatkan badan karena banyak peregangan sebagaimana yg dilakukan oleh Yoga (mencoba memahami Sholat dengan Ilmu Kesehatan), namun kita mendirikan Sholat karena Allah memerintahkan kita Sholat, dan kita taat.

Segala yg diperintahkan Allah adalah yg terbaik untuk kita, ketika Allah menciptakan dinar emas dan dirham perak sebagai alat tukar (uang) itulah yg terbaik bagi kita, dengannya kita tidak akan mengalami inflasi (penurunan mata uang). Jika terjadi kenaikan harga barang, itu karena penyebab fitrah (paceklik, bencana alam, bukan musim mangga) bukan karena penurunan mata uang.

Ummat Islam sangat dibatasi akses ilmu pengetahuan muammalah oleh para Economist, mereka mengizinkan Ummat belajar Sholat dengan benar, namun tidak mengizinkan ummat mempelajari membayar zakat dengan benar, berdagang dengan benar, syirkat, qirad, guild, dan lain sebagainya. Hal ini tentu menyedihkan, disaat kita berjuang keras menyempurnakan sholat kita, puasa kita, Haji kita, kita asing dengan Zakat kita, Muammalah kita, berdagang kita, dan menggunakan "Ekonomi" sebagai jalan hidup (Dien) kita. Karena kita merasa tidak ingin mengekor bulat-bulat "Dien Ekonomi" ke lubang biawak, maka kita memodifikasi (baca: modernisasi) Dien Islam yang sudah disempurnakan oleh Allah sebagai Dien kita. Sesungguhnya bukan Dien Islam yg perlu dimodernisasi dan diubah-ubah, melainkan diri kita yg harus diformat ulang supaya bersih dari virus2 yg tidak bisa dibersihkan oleh anti virus untuk kembali memeluk Islam secara Kaffaah.

Semoga ajakan saya tidak ditafsirkan sebagai permusuhan.

Wassalamualaykum

Sumber : Disadur dari catatan Riki Rokhman Azis, IT Officer WIN


Saturday 23 October 2010

K.H. Ali Yafie: Segera Sampaikan ke MUI

Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik perkembangan penerapan Dinar Dirham di Indonesia. Segera dimintakan fatwa resmi dari MUI.

Dari segi syariat Islam semuanya tentu saja sudah jelas: Dinar emas dan Dirham perak, serta fulus adalah mata uang yang sesuai dengan hukum Islam. Semua satuan ukuran untuk nilai dan harga, pakah itu untuk penetapan zakat mal, denda dan hukuman (diyat dan hudud), mahar, jual beli, utang piutang, kontrak-kontrak bisnis seperti qirad, dan lain sebagainya, selalu diukur dan ditetapkan dalam Dinar emas atau Dirham perak.

'Dinar dan Dirham telah dikenali dalam fiqih sebagai 'mata uang Syariah' atau 'koin-koin Syariah'. Istilah 'koin-koin Syariah' adalah khusus terhadap Dinar dan Dirham dan tidak berlaku terhadap koin lain terbuat dari emas, perak atau bahan lainnya,' ini penegasan dari Imam Abdalhasib Casteniera, mantan Imam Masjid Granada, yang kini menjabat sebagai Dewan Shariah World Islamic Mint (WIM). 'Koin-koin lain dikenal sebagai 'koin non-syari'i', tambah Imam Abdalhasib, mengutip ulama besar, ibn Khaldun.

Berkaitan dengan itu, dalam perjumpaan dengan K.H Ali Yafie, ulama senior kita, Mantan Ketua MUI (1990-2000), di tengah acara halal bi halal di Yayasan Al Washiyyah, Kebon Nanas, baru-baru ini, Pak Zaim Saidi, menyampaikan bahwa meskipun tidak harus ada, tetapi masyarakat akan lebih tentram bila MUI menelurkan Fatwa tentang Dinar dan Dirham. Kepada K.H Ali Yafie dijelaskan secara ringkas perkembangan penerapannya di Indonesia. Ketika ditunjukkan koin-koin Dirham kepadanya, beliau spontan menanyakan,'Mana Dinarnya?' Sambil mengamati koin-koin syar'i tersebut, K.H Ali kemudian mengatakan, agar segera saja dimintakan fatwa dimaksud kepada MUI.


'Sampaikan saja lewat Pak Hidayat,' sarannya, sambil menoleh kepada Pak Hidayat, Pimpinan Yayasan Al Washiyyah yang juga menjadi salah satu anggota Dewat Syari'ah Nasional (DSN), MUI. Sebab, urusan fatwa berkaitan dengan soal ekonomi, secara operasional diurus oleh DSN. Karena itu, sebuah surat permohonan fatwa kepada MUI berkaitan dengan mata uang syar'i Dinar dan Dirham segera dilayangkan ke sekretariat DSN, di Jl Proklamasi, Jakarta Pusat.

Sumber : www.wakalanusantara.com

Sunday 17 October 2010

Mengapa Saudi Arabia Tidak Pakai Dinar Dirham?

Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia

Banyak yang suka bertanya: mengapa Pemerintah Saudi Arabia memakai uang riyal kertas, dan bukan Dinar dan Dirham? Ini sebagian jawabannya.

Untuk menjawab pertanyaan mengapa Saudi Arabia memakai uang kertas riyal, dan bukan Dinar emas dan Dirham perak, kita perlu mengetahui posisi kerajaan ini. Pada mulanya wilayah Hijaz adalah bagian dari Daulah Utsmaniah yang, tentu saja, menggunakan Dinar emas dan Dirham perak sebagai mata uangnya. Pada pertengahan abad ke-18, sebuah amirat lokal, dipimpin oleh amirnya, Muhammad ibn Sa'ud (meninggal 1765), menguasai suatu desa yang kering dan miskin, Dariyah. Karena kegiatannya yang selalu membuat onar, dan mengganggu jamaah haji, kelompok Al Sa'ud terus-menerus dalam konflik dengan pemerintahan Utsmani.


Beberapa tahun kemudian, berkat bantuan seorang broker politik, Rashid Ridha namanya murid dari Muhammad Abduh, untuk memperkuat rong-rongan terhadap Istambul, anak cucu Ibn Sa'ud membangun aliansi dengan Pemerintah Kolonial Inggris. Aliansi ini terjadi pada masa Sa'ud bin Abdal Aziz, anak Abdal Aziz Ibn Sa'ud, cucu Muhammad ibn Sa'ud. Untuk perannya ini Ridha 'menerima imbalan 1,000 pound Mesir untuk mengirimkan sejumlah utusan ke provinsi Arab di [wilayah] Utsmani untuk memicu pemberontakan,' pada 1914.

Ketika itu Ridha juga telah mendirikan sebuah organisasi lain, Liga Arab (Al-jami'a al-arabiyya), dengan tujuan menciptakan 'persatuan antara Semenanjung Arabia dan provinsi-provinsi Arab di Kekaisaran Utsmani'. Agenda organisasi ini adalah pendirian 'Kekhalifahan (Konstitusional) Arab', suatu rencana yang tidak pernah terwujudkan. Yang lahir kemudian adalah Kerajaan Saudi Arabia.

Berkat kolaborasi antara Sa'ud bin Abdal 'Azziz - dengan legitimasi teologis dari Wahabbisme, atau ajaran Syekh Muhammad ibn Wahhab - dan pelindungnya Winston Churchil, PM Inggris ketika itu berdirilah kemudian sebuah kerajaan nasional di tanah Hijaz, pada 8 Januari 1926. Pada 1932 Tanah Hijaz, yang semula merupakan bagian dari Daulah Utsmani, oleh rezim yang baru ini secara resmi dinamai: Sa'udi Arabia! Inilah satu-satunya negara di dunia ini yang mendapat nama dari nama seseorang. Salah satu mata rantai awal pemberontakan ini sendiri, adalah Amir di Najd waktu itu, Abdullah Ibn Sa'ud, berhasil ditangkap dan akhirnya dipancung di depan istana Topkapi, di Istanbul, setelah diadili dan dinyatakan sebagai seorang zindiq, pada 1818.

Meninggalkan Muamalat

Sejak awal, Pemerintahan Saudi Arabia, merupakan sekutu kekuatan Kristen-Barat (semula Inggris, kemudian Amerika Serikat), dan menjadi semakin erat dengan ditemukannya minyak pada tahun 1950-an. Beroperasinya perusahaan minyak raksasa (Aramco = Arabian-American Oil Company) yang markas besarnya di Dahran, di tempat yang sama dengan Pangkalan Militer AS (berdiri 1946), di Hijaz, merupakan simbol dan sekaligus sumber kekuasaan Rezim Sa'ud sampai detik ini. Semakin hari kita ketahui Rezim Saud makin meninggalkan muamalat, dan mengislamisasi kapitalisme barat.

Raja Abdul Aziz bin Sa'ud, pendiri Saudi Arabia, berkuasa penuh mulai tahun 1926 sampai 1953. Pada mulanya, setelah memasuki Mekkah (8 Jumadil Ula 1343 H), beliau menolak berlakunya sistem uang kertas di wilayahnya, setelah memusnahkan uang kertas lira Turki sekuler yang beredar di Haramain. Pada masa dia memerintah jamaah haji dari penjuru dunia menggunakan belbagai jenis koin emas perak dari negerinya masing-masing. Namun koin dinar Hashimi dan real perak Austria - Maria Theresa, juga riyal perak Hijaz yang paling populer di sana.

Maka, pada tahun 1950-an, sempat populer di Amerika Serikat, anekdot kisah Raja Abdul Aziz yang selalu membawa harta kerajaan yang berupa koin emas-perak kemanapun dia pergi� bagaikan orang kolot dan primitif. Namun setelah dia wafat, penggantinya, Raja Sa'ud bin Abdul Aziz (1953-1964), bersikap lain. Sejak ia berkuasa, Pemerintah Kingdom of Saudi Arabian (KSA) mendirikan bank sentral yang bernama: Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) dan menerbitkan uang kertas riyal pada tahun 1961 melalui Dekrit Kerajaan 1.7. 1379 H, dalam pecahan 1 - 100 riyal.

Raja tergiur menerbitkan uang kertas karena lebih menguntungkan daripada mencetak koin-koin riyal perak. Ide uang kertas diambil dari keberhasilan SAMA atas penerbitan uang kertas receipt yang berlaku dalam uji coba pada musim haji sepanjang tahun 1953-1957. Dengan menerbitkan Haj Pilgrim Receipt dalam satuan riyal perak, SAMA mulai menarik semua jenis koin emas dan perak yang beredar di Haramain. Para jamaah haji dari luar negeri pun diwajibkan menukarkan koin emas perak yang mereka bawa. Setelah populer, kupon haji itu pun kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Oktober 1963 dan finalnya tanggal 20 Maret 1964, diganti dengan uang kertas riyal.

Celakanya sejak saat itu, ONH atau BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) wajib dibayar dalam uang kertas dolar AS, bukan dengan uang kertas riyal! Sebab Kerajaan Saudi Arabia telah menyepakati pula berlakunya perjanjian Bretton Wood (1944), yang menyatakan bahwa dolar AS adalah satu-satunya mata uang yang berlaku untuk transaksi internasional. Segala transaksi dengan koin dinar Hashimi dan riyal perak (1 riyal = 4 dirham), termasuk koin real Maria Theresa di batalkan oleh negara. Maka umat Islam sedunia berduka atas dibrangusnya mata uang syar'i: dinar dirham.

Genaplah sudah makna hadis dengan lafal berikut: "Tak seorang pun manusia yang tidak memakan riba" yang diriwayatkan oleh Abu Daud, semoga Allah merahmatinya. Dinar dan Dirham diberangus sampai dua kali, pertama 1914 oleh Sultan-sultan boneka sisa Daulah Utsmani (Turki), dan kedua 1964 oleh KSA tersebut di atas. Tapi para ulama belum dapat mengambil kesimpulan dari terbitnya uang kertas riyal ini, tentang status halal-haramnya uang kertas. Sampai, akhirnya, diterbitkan fatwa tentang uang kertas, pada tahun 1984, yang menyatakan bahwa uang kertas adalah halal.

Begitulah, sejauh sejarah Islam dapat kita ketahui, fatwa Saudi Arabia yang menghalalkan uang kertas, satu-satunya fatwa resmi dari suatu pemerintahan ("Islam") di dunia ini. Tetapi, kisah ringkas sejarah ekonomi politik Saudi Arabia sebagaimana diuraikan di atas, kiranya cukup menjelaskan mengapa Saudi Arabia menggunakan riyal kertas, dan bukan Dinar emas dan Dirham perak.

Sumber : www.wakalanusantara.com


10 Dinar Emas Indra Bekti untuk Dilla

Pada Zaman sekarang, anak-anak mulai dari usia sekolah hingga kuliah, dan tentu menginjak dewasa setelah bekerja, pasti tahu artis yang sekarang sedang booming. itu karena pengaruh media yang selalu mengulang dan mengulang peristiwa dan tingkah laku para artis sekecil apapun, mulai dari kebiasaan bangun pagi sampai bahkan berita duka artis yang akan mengalami perceraian diungkit dan diceritakan.

Hal ini tentu membawa dampak yang kurang baik terutama bagi anak-anak muda yang pasti masih ingin mencari jati diri dan menentukan jalan kehidupan mereka. Sehingga tidaklah heran anak-anak sekolah sekarang tentunya mengikuti tingkah laku artis yang menjadi idola mereka dan kelompoknya. Mereka berlomba-lomba untuk meniru dan menyerupai artis idamannya tersebut.

Namun jarang sekali media yang mengisahkan secara berulang-ulang dan tentu diberi penekanan mengenai hal-hal baik yang dilakukan oleh artis. Padahal bila media memberikan penekanan pada hal-hal yang baik saja, maka akan terasa sekali manfaatnya bagi pecintanya. Salah satunya Ivan Slank yang mengajak agar masyarakat menggunakan dinar dirham dalam kegiatan transaksi jual belinya. Kemudian Okky Asokawati yang mencontohkan wakaf dalam bentuk Dinar Dirham.

Kegiatan dan ajakan yang positif dari artis yang tersebut diatas secara tidak langsung akan memberi inspirasi dan bahan perbincangan dari segolongan masyarakat yang tentunya mengidolakan mereka. Dari perbincangan ini, maka akan timbul rasa penasaran, apa sih dinar dirham, kenapa harus pakai itu, kenapa dengan uang kertas, dan pertanyaan lain sebagainya yang pasti akan muncul sebagai orang yang awam mengenai dinar dirham.

Berita baru-baru ini mengenai Indra Bekti yang menggunakan 10 Dinar emas sebagai mahar dan mungkin menjadi headline di salah satu majalah atau tabloid tentang artis bisa menjadi pemicu agar masyarakat bisa lebih intens dalam mencari tahu dan tentunya mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya, bukan hanya jadi bahan perbincangan.

Memang diperlukan peran serta aktif masyarakat selain para ulama, tokoh masyarakat dan public figure yang sudah mengetahui tentang manfaat dinar dirham untuk mencontohkannya kepada masyarakat luas.

Thursday 7 October 2010

Bila Para Guru Digaji Dinar Dirham



Para guru berkeinginan digaji dengan Dinar dan Dirham. Sekolah Dian Didaktika, Cinere, ingin memoloporinya.

"Jadi, pilih mana, digaji dengan uang kertas atau emas? Dengan rupiah atau Dinar?"

"Dengan emas, dengan Dinar," terdengar jawaban agak gemuruh dari kursi pendengar.

Begitulah sepotong dialog pendek antara Pak Zaim Saidi, yang baru saja menjelaskan dengan agak panjang lebar perihal Dinar Dirham, dan sejarah munculnya uang kertas. Yang mendengarkannya adalah para guru, mulai dari sekolah TK, SD, SMP, sampai SLTA, Sekolah Islam Dian Didaktika, Cinere, Depok.

Lantas, bagaimana agar para guru dapat memperoleh gaji dalam Dinar dan Dirham? Tentu saja itu berarti pihak pengelola sekolah harus mendapatkan koin Dinar dan Dirhamnya agar dapat membayarkan ke para guru. Dan itu bisa diperoleh, misalnya, saja dari uang iuran sekolah (SPP) atau tagihan lain dari pihak sekolah kepada orang tua/wali murid. Oleh sebab itu, pihak sekolah dalam waktu dekat akan melanjutkan sosialisasi tentang Dinar dan Dirham ini kepada para oran tua/wali murid. Selain, tentu saja, dengan beberapa unit terkait seperti kantin dan koperasi sekolah.

Penjelasan tentang Dinar dan Dirham sebenarnya amat gamblangnya. Persoalannya memang sosialisasi yang harus terus-menerus dilakukan secara luas, kepada berbagai kalangan. Berbagai contoh sederhana selalu dapat diberikan tentang betapa bermanfaatnya bertransaksi dengan Dinar dan Dirham. Misalnya pada tahun 2000 harga semen adalah Rp 20.000/zak, 1 Dinar (Rp 400.000) mendapatkan 20 zak semen. Pada 2010 harga semen Rp 50.000/zak, 1 Dinar (Rp 1.600.000) mendapatkan 32 zak semen. Kehidupan akan lebih mudah dan murah bila kita semua, termasuk para guru itu, bergaji dalam Dinar emas.

Tuesday 5 October 2010

Angka-angka

Muhibah Dinar Dirham ke Pedagang Pasar Blok M

Sosialisasi penerapan Dinar Emas dan Dirham perak ke depan difokuskan pepada para pedagang di pasar-pasar. Dimulai ke pedagang Pasar Blok M, Jakarta.

Pertemuan kali ini dilangsungkan pada 24 September 2010 ba'da sholat Jumat, di Mesjid Blok M Square, yang terletak di lantai 7 gedung tersebut. Dari Wakala Induk Nusantara diwakili Bpk. Abdarrahman dan Bpk. Riki Rokhman, dari JAWARA diwakili Ikhsan Basha dan Iman Basha. Mereka berempat menemui Bpk Rizal, mewakili Paguyuban Pedagang Pasar Blok M, didampingi Wakil Ketua DKM, Bpk. H. Yufrinal. Turut hadir Ustadz Drs. H. Elfa Hendri Mukhlis MA, yang sebelumnya menjadi Khatib Jum'at dengan tema khutbah "Kembali ke Al-Quran dan Sunnah".

Pada kesempatan ini diperkenalkan kembalinya Dinar dan Dirham sebagai alat sah pembayaran zakat dan muamalat. Tampaknya, pihak tuan rumah baru pertama kali melihat koin fisik Dinar Emas dan Dirham Perak. Ustadz Elfa menyatakan dukungan pribadinya atas penerapan dinar dan dirham dalam melaksanakan syariat Islam. Bpk Rizal sebagai wakil para pedagang pasar Blok M mengakui bahwa sistem ekonomi yang sekarang merupakan sistem yang tidak adil. Beliau sedikit banyak sudah tahu bahwa praktik-praktik ekonomi kapitalis ini penuh dengan riba, hanya saja beliau baru pertama kali ini mendengar tentang Dinar dan Dirham yang menurutnya bisa menjadi solusi kemaslahatan Ummat.

Respon positif juga ditunjukkan oleh Bpk H. Yufrinal sebagai wakil ketua DKM yang begitu antusias ingin membawa sosialisasi Dinar dan Dirham ini ke pengurus DKM. Namun, karena waktu itu Ketua DKM masjid Blok M Square sedang menjalankan ibadah umrah, maka sosialisasi akan dilanjutkan setelah Ketua DKM kembali ke Tanah Air.

Semoga para pedagang pasar Blok M menjadi pelopor kembalinya Dinar Emas dan Dirham perak di pasar-pasar kita. Dan selanjutnya akan membawa manfaat kembalinya pengetahuan tentang rukun zakat maal dan muammalat kepada ummat seluas-luasnya.

Friday 1 October 2010

Ivan Slank: Saya Ingin Semua Pakai Dinar Dirham

Ivan Slank mulai bertransaksi dengan Dinar dan Dirham. Ia mengajak semua orang untuk ikut menggunakannya.

"Menerapkan Dinar Dirham adalah menjalankan sunnah Rasul Salallahu Alayhi Wassalam. Keuntungannya jelas, saya telah menyelamatkan tabungan sekolah anak saya dengan Dinar, hingga bebas dari inflasi," ujar Ivan Slank dalam wawancara dengan Global TV, yang disiarkan tepat saat hari lebaran, 1 Syawal 1431 H lalu, dalam acara 'Obsesi'.

"Untuk itu saya ingin mengajak semua untuk ikut menggunakannya." tambahnya. Dalam wawancara dengan Global TV itu Ivan juga menyebutkan ia berniat untuk pergi berumrah. Ia pun mempersiapkan tabungan umrahnya dalam Dinar emas.

Beberapa hari sebelumnya, basis grup rock papan atas, Slank, ini juga datang di Festival Hari Pasaran (FHP) di Masjid Biru Pondok Indah, Ahad, 5 September 2010 lalu. Ia membelanjakan sejumlah Dirhamnya untuk membeli mainan bagi anaknya, dan sebuah cakram kompak (CD), berisi rekaman caramah Prof. Umar Vadillo, tokoh utama penggerak Dinar Dirham. CD ini ia beli dari kedai Dinar Shop seharga 1,5 Dirham.

FHP Pondok Indah itu sendiri berlangsung sangat meriah. Hadir ratusan orang untuk berbelanja berbagai barang yang dijual oleh hampir 40 pedagang, baik anggota JAWARA maupun bukan. Para pedagang ini datang dari berbagai wilayah, termasuk Depok, Sawangan, Ciganjur, Bendungan Hilir, Pasar Rebo, bahkan ada yang datang dari Menteng, Jakarta Pusat. Berbagai macam mata dagangan dijual di FHP ini, mulai dari sembako, mainan, buku dan CD, pakaian, dan aneka makanan lebaran.

Seperti biasanya, menjelang FHP, telah dibagikan zakat mal kepada mustahik di sekitar pasar. Kali ini meliputi mustahik di daerah Pondak Pinang, Pondok Labu, sekitar Radio Dalam, dan Tanah Kusir. Jumlah zakat yang dibagikan adalah 1200 Dirham, berasal dari seorang muzaki, warga Pondok Indah, Ibu Ida Priatna. Sekurangnya 400 mustahik telah menerima zakat mal tersebut. Namun demikian pengunjung FHP Pondok Indah juga datang dari berbagai wilayah. Salah satunya adalah Ivan Slank di atas.

Antisipasi Redenominasi Rupiah

Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Untuk mengantisipasi redenominasi rupiah oleh Bank Indonesia masyarakat harus mulai mengalihkan hartanya ke dinar emas dan dirham perak.

Beberapa hari ini masyarakat menghebohkan rencana Bank Indonesia (BI) untuk meredenominasi rupiah. Pada 18 Mei 2010 lalu rencana ini sebenarnya sudah terbuka kepada publik saat dimulai Penjualan SUN (Surat Utang Negara) Denominasi Rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tapi, hingar bingar Piala Dunia menenggelamkannya. Yang terasa mengagetkan publik adalah respon Menteri Keuangan, Bpk Agus Martowardoyo, yang menyatakan tidak tahu-menahu rencana BI tersebut. Ada apa ini?

Pelaksanaannya sendiri, tentu saja, menunggu dana hasil penjualan SUN ini. Kenyataan bahwa sumber biaya redenominasi rupiah tersebut adalah hasil utang ini yang seharusnya justru jauh lebih mengejutkan ketimbang reaksi Menteri Keuangan di atas. Sebab, secara politik, BI memang bukan bagian dari Republik Indonesia, dan Gubernur BI (yang beberapa bulan lalu juga kosong) bukan bagian dari Kabinet RI lagi.

Wakil Presiden RI, Bpk Boediono, yang merupakan mantan Gubernur BI terakhir, pun cuma menegaskan: "Bahwa itu adalah kewenangan Bank Indonesia!" Tentu saja. Bukankah BI adalah bagian dari International Monetary Fund (IMF)? Apa yang bisa dibuat oleh Republik Indonesia?

Memahami Redenominasi
Bagi masyarakat pun tidak terlalu penting soal silang sengketa itu, tetapi akibat dari proyek redenominasi itulah yang perlu dimengerti dan diantisipasi. Sebab, masyarakat yang menerima akibatnya, maka masyarakat perlu memahami tindakan yang bisa diambilnya untuk menyelamatkan harta bendanya. Kalau redenominasi itu dilaksanakan, atau selama masa rencana ini, apa yang bisa dilakukan?

Redenominasi merupakan tindakan rekalibrasi mata uang. Langkah ini dilakukan karena dua alasan (1) inflasi atau (2) devaluasi. Atau, bukan karena keduanya, melainkan dengan alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika berbagai negara di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional euro, yang mengharuskan tiap negara pesertanya merekalibrasi mata uang nasional masing-masing. Bila karena inflasi ada dua variasi, yaitu hiperinflasi atau inflasi sangat tinggi dalam tempo singkat, atau inflasi kronis, yaitu inflasi yang terus-menerus terjadi dalam waktu panjang.

Secara teknis redenominasi mata uang nasional adalah rekalibrasi mata uang suatu negara dengan cara mengganti currency unit mata uang lama (yang berlaku) dengan mata uang yang baru, yang dipakai sebagai 1 unit mata uang. Bedanya dengan devaluasi adalah pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya dolar AS. Kalau inflasinya sangat besar, maka rasioanya juga akan besar, bisa kelipatan 10, 100, 1000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu disederhanakan, dan disebut sebagai "penghilangan angka nol".

Nasib Rupiah
Sepanjang umurnya yang 65 tahunan rupiah sudah mengalami berkali-kali rekalibrasi. Yang dicatat dalam buku sejarah di sekolah adalah saat rezim Orde Lama pada 31 Desember 1965, memangkas nilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Istilah yang populer untuk peristiwa ini adalah sanering. Penyebabnya adalah hiperinflasi. Sesudah Orde Lama jatuh, selama kurun pemerintah Orde Baru, rupiah juga mengalami berkali-kali rekalibrasi, dengan istilah berbeda, yakni devaluasi.

Atas desakan IMF dan Bank Dunia rupiah didevaluasi pada Maret 1983, sebesar 55%, dari Rp 415 per dolar AS menjadi lebih dari Rp 600 per dolar AS. Rupiah, kembali atas tekanan IMF dan Bank Dunia, didevaluasi lagi pada September 1986, sebesar 45%, menjadi sekitar Rp 900 per dolar AS. Dari waktu ke waktu nilai tukar rupiah lalu terus mengalami depresiasi sampai mencapai angka sekitar Rp 2.200 per dolar AS sebelum 'Krismon' 1997. Nilai rupiah kemudian 'terjun bebas' pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing - lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia - dalam sistem kurs mengambang (floating rate), dengan titik terendah yang pernah dicapai sebesar Rp 15.000 per dolar AS, di awal 1998, dan saat ini stabil di sekitar Rp 9.200 per dolar AS.

Jadi, munculnya gagasan untuk rekalibrasi rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui penghilangan tiga angka nol-nya, yakni mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1, penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis. Tetapi bagi masyarakat umum apakah ada perbedaan implikasinya antara sanering, devaluasi, dan redenominasi?

Secara substansial, tentu saja, tidak ada bedanya. Ketiganya hanya bermakna bahwa mata uang rupiah kita semakin kehilangan daya belinya. Arti kongkritnya adalah masyarakat yang memegang rupiah semakin hari semakin miskin. Penghilangan angka nol dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam berbagai aspek pengelolaan mata uang dengan angka nominal besar. Kedua, alasan psikologis atau tepatnya psikis, karena pada titik tertentu masyarakat tidak akan bisa manerima harga dengan nominal yang sangat besar.

Penyakit inflasi (akut atau kronis) atau tepatnya penurunan daya beli mata uang kertas (depresiasi) bukan cuma diderita oleh rupiah. Semua mata uang kertas mengalaminya. Dolar AS telah kehilangan daya belinya lebih dari 95% dalam kurun 40 tahun. Euro, hasil rekalibrasi geopolitis, yang konon merupakan mata uang terkuat saat ini, dalam sepuluh tahun terakhir, kehilangan sekitar 70% daya belinya. Rupiah? Lebih dari 99,9% daya belinya telah lenyap dalam 65 tahun ini. Maka, fungsi rekalibrasi sebenarnya hanyalah untuk menutupi cacat bawaan uang kertas ini. Hingga publik tidak merasakan bahwa dalam kurun 65 tahun Indonesia merdeka, kita telah dipermiskin sebanyak 175 ribu kali! Rekalibrasi mata uang kertas adalah senjata utama para bankir untuk mengelabui masyarakat atas kenyataan ini. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini saja belasan mata uang berbagai negara direkalibrasi: Turki, Siprus, Slovakia, Romania, Ghana, Azerbeijan, Slovenia, Turkmenistan, Mozambique, Venezuela, dll. Yang paling spektakuler, tentu saja, adalah dolar Zimbabwe, yang dalam kurun lima tahun terakhir mengalami tiga kali (2006, 2008, dan 2009) redenominasi, dengan menghapus total 25 angka nol pada unit mata uangnya!

Pilihan Masyarakat: Dinar emas dan Dirham Perak
Lalu adakah pilihan bagi masyarakat? Tentu saja ada. Yakni pilihlah alat tukar yang tidak bisa disanering, didevaluasi atau diredenominasi, artinya tidak dapat dimanipulasi oleh siapa pun, bukan cuma oleh bank sentral atau IMF, yakni alat tukar yang memiliki nilai intrinsik. Pilihan terbaik untuk itu adalah dinar emas atau dirham perak, yang kini mulai beredar luas di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Kesultanan Kelantan, Malaysia, secara resmi akan me-launch dinar emas dan dirham peraknya pada 2 Ramadhan 1431 H (12 Agustus) ini. Ditargetkan pada Januari 2011 dinar emas dan dirham perak, termasuk yang beredar di Indonesia (www.wakalanusantara.com), akan mulai berlaku sebagai alat tukar internasional, dengan kurs tunggal. Jadi, inilah saat yang tepat bagi masyarakat untuk mengalihkan uang kertasnya menjadi dinar emas dan dirham perak. Alat tukar yang bebas inflasi, dan mustahil diredenominasi!

Catatan: tulisan ini telah dimuat di Harian Republika, 5 Agustus 2010, hal. 4, tetapi bagian terakhir yang sangat penting tidak disertakan.

FAQ - DINAR DIRHAM

01 September 2009
Dinar dari Gerai Dinar
Q: Assalamualaikum, Apakah dinar yang dibeli dari gerai dinar, bisa ditukar atau dijual belikan dengan yang dibeli dari wakala? karena saya lihat desainya berbeda..., wasalam
A: Untuk Dinar dari Gerai Dinar tetap kami terima, namun akan dikenakan potongan lebih besar sekitar 8%-12% karena akan dilebur ulang meskipun kadar nya sama menjadi koin dengan design Wakala Induk Nusantara


20 Januari 2009
Membeli Barang dengan Dinar
Q: Apakah Dinar dan Dirham dapat untuk membeli barang datau kendaraan seperti ALmari, Motor, dll. Karena yg berlaku di Negeri kita sebagai alat tukar adalah Mata Uang Kertas.
A: Dinar dapat digunakan sebagai alat tukar sukarela / membeli barang. Hal ini sudah berjalan di berbagai acara Festival Hari Pasaran Dinar Dirham. Selama pembeli dan penjual menerima Dinar dan Dirham sebagai alat tukar, maka transaksi akan dapat dilakukan


12 Januari 2009
Mendapatkan Dinar Emas dan Penerapannya
Q: Bagaimana memperoleh koin dinar tersebut, dan bagaimana pengelolaannya. Saya berminat untuk tabungan haji dan hari tua.
A: Koin dinar dirham bisa didapatkan langsung di wakala umum terdekat �(bisa dilihat di www.wakalanusantara.com). Mengenai pengelolaan yang dimaksud bisa difungsikan sebagai alat lindung nilai (ditabung) dan dijadikan modal usaha (Qirad) membiayai perdagangan, jadi bukan Dinar Emasnya yang dijadikan sebagai komoditas perdagangan layaknya uang kertas.

04 Januari 2009
Syarat-syarat mendirikan wakala
Q: Apa saja syarat-syarat untuk menjadi jaringan wakala?
A: Mendirikan Wakala bukanlah satu hal yang sulit, tapi juga bukan hal yang mudah. Secara umum, wakala bukanlah profit center dalam arti jual beli koin akan tetapi lebih kepada memberikan jasa distribusi koin Dinar Dirham dalam kaitannya menegakkan Muamalat dan Rukun Zakat. Wakala merupakan layanan bagi distribusi koin Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam.

Walaupun bukan profit center, bukan berarti tidak ada uang yang mengalir ke kas wakala. Pendapatan (dalam tanda kutip) wakala datang dari jasa distribusi koin (yg sudah ditentukan oleh Wakala Induk), jasa titipan, antaran dsb.

Syarat utama menjadi wakala adalah Muslim, jujur dan amanah, menyediakan tempat yang baik, mudah dijangkau dan cukup strategis, menyediakan alat komunikasi, untuk jenis Wakala Dinar Dirham 50 dinar untuk 'modal awal'. Wakala Dirham 200 dirham dan 5 dinar, dan Rupiah dengan jumlah setara dari dinar dan dirham yang dimiliki

joining fee, jika disetujui: 1 dinar + 4 dirham untuk keanggotaan JAWARA, mentaati segenap peraturan yang telah ditetapkan.

Untuk sementara, bapak bisa mengirimkan� kembali form yang kami kirimkan beserta resume yang berisikan alasan dan tujuan mendirikan wakala, kopi kartu identitas dan denah/foto lokasi dimana wakala akan didirikan. Setelah itu akan saya kirimkan form pendaftaran wakala. Jika ada yang masih kurang jelas jangan ragu untuk menghubungi saya kembali.

Semoga niat dan amal bapak diridhai oleh Allah, subhanahu wa ta'ala
Ma'asalama


25 Desember 2008
Apa kegunaan Dinar dan Dirham?
Q: Kedua koin tersebut bisa digunakan untuk apa saja?
A: Dinar dan Dirham berguna sebagai alat pembayaran zakat agar sesuai Rukun Zakat sebagaimana diwajibkan dalam Syariah dan Sunnah akan tetapi juga dapat digunakan sebagai tabungan dan investasi, sebagai alat tukar atau mata uang, serta sebagai mahar, serta sedekah atau hadiah.

25 Desember 2008
Apa keuntungan menggunakan Dinar dan Dirham?
Q: Apa yang menjadi keuntungan utama dengan menggunakan Dinar dan Dirham?
A: Keuntungan utama adalah kembali menunaikan Muamalat, dan membayar Zakat, sesuai dengan Syariah dan Sunnah dan menggunakan alat tukar yang halal. Harta Anda juga akan terselamatkan dari gerogotan inflasi. Ketika nilai tukar mata uang kertas Anda terus merosot, nilai Dinar emas Anda akan terus meningkat. Pada 2003 (per Oktober) nilai tukar Dinar adalah Rp 450.000, 2004 jadi Rp 540.000, 2005 jadi Rp 652.000, 2006 jadi Rp 785.000, 2007 jadi Rp 947.000, dan pada 2008 (Juli) nilai tukar dinar telah melewati Rp 1.200.000. Dinar emas mengalami apreasiasi sekitar 25% pertahun.

25 Desember 2008
Siapa yang mencetak Dinar dan Dirham?
Q: Siapa melakukan pencetakan kedua koin tersebut?
A: Dinar dan Dirham dicetak oleh Islamic Mint di berbagai kota di dunia, yang di Indonesia berada di bawah Amirat Indonesia. Pencetakan Dinar dan Dirham sendiri secara fisik dilakukan oleh PP Logam Mulia Indonesia, anak perusahaan PT Aneka Tambang, sebuah BUMN. Standar Dinar dan Dirham ini mengikuti ketentuan dari WITO (World Islamic Trading Organization).

25 Desember 2008
Berapa nilai tukarnya?
Q: Nilai tukar Dinar dan Dirham terhadap uang kertas ditentukan oleh apa?
A: Nilai tukar Dinar dan dirham mengikuti harga pasar emas dan perak dunia yang berlaku pada saat transaksi, ditambah dengan sedikit biaya cetak dan biaya distribusi. Nilai tukar Dinar dan Dirham bisa diketahui dari web site Wakala Induk Nusantara (www.wakalanusantara.com), Islam Hari Ini (www.islamhariini.org), atau di Harian Umum Republika setiap harinya.


25 Desember 2008
Apakah Dinar bisa ditukarkan kembali?
Q: Bagaimana jika kemudian saya memerlukan uang kertas?
A: Dinar dan Dirham bisa ditukarkan kembali dengan uang kertas rupiah di wakala-wakala yang terdekat dengan Anda. Wakala akan menukar Dinar dari Anda setara nilai tukar koin saat itu, dengan dikenai service fee sebesar 4%. Dengan kata lain Dinar Anda akan dinilai kembali sebesar 96% dari nilai nilai tukar dinar pada saat transaksi.


20 November 2008
Bentuk dari Dinar dan Dirham
Q: Apakah Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam itu
A: Dinar Islam adalah koin yang terbuat dari emas berkadar 22 karat ( 91,70%) dengan berat 4,25 gram. Dirham Islam adalah koin yang terbuat dari logam perak murni dengan berat 3 gram.