WAKALA DIRHAM BIMA

Monday 13 December 2010

Warga Dunia Serbu Koin Perak

Nama Robert T Kiyosaki sangat dikenal secara internasional karena buku-bukunya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan. Ia menulis sekitar lima belas buku laris, yang petama dan terpopuler adalah Cashflow Quadrant: Rich Dad's Guide to Financial Freedom (2000). Dan tahukah resep terakhir dari Kiyosaki bagi masyarakat untuk menyelamatkan asetnya? 'Belilah perak!' Resep 'Belilah perak!'

lihat http://www.youtube.com/watch?v=7D4zjkv1Ssw&feature=player_detailpage#t=242s) ini ia kampanyekan sejak 2009 lalu. Salah satu latar belakangnya, tentu saja, adalah krisis finansial yang terjadi di Amerika akhir 2008 lalu, akibat runtuhnya kredit perumahan di sana yang menyadarkan banyak orang tentang gelembung ekonomi berbasis uang kertas. Pada 2010 kampanye untuk memegang perak kembali disuarakan, kali ini oleh Max Keiser, juga seorang kritikus dan penasehat keuangan.

Bagi kaum Muslim, seruan untuk memegang perak ini tentulah sangat tepat dan mudah diikuti, dengan telah beredarnya koin Dirham secara luas melalui 90-an wakala yang tersebar di Indonesia. Secara riil kemampuan Dirham perak dalam menjaga nilainya semakin terbukti, dan dalam keadaan sekarang, bahkan melebihi kemampuan emas. Mengapa? Karena rasio nilai emas dan perak saat ini sangat besar sekitar 1:50, sedangkan dalam waktu yang sangat lama rasionya adalah 1:15 (lihat Diagram 2). Ini terjadi sejak akhir tahun 1970an, bahkan pernah mencapai titik terendahnya sampai di bawah 1:90 pada awal 1990an (lihat Diagram 1).Kalau panduan yang kita gunakan merujuk kepada apa yang diajarkan oleh Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, melalui hukum zakat dan konteks historis di Madinah saat hukum itu ditetapkan, rasio nilai Dirham:Dinar ini bahkan seharusnya antara 1:10 dan 1:12. Artinya harga perak saat ini sangatlah murah. Inilah saat yang tepat dan baik untuk memperbanyak jumlah Dirham perak yang ada di masyarakat, dengan cara menukarkannya dengan uang kertas, atau melalui transaksi perdagangan, sedekah, dan pembagian zakat. Secara empiris kenaikan nilai tukar Dirham perak dalam setahun terakhir ini memang sangat tinggi, dari Rp. 27.500 (Agustus 2009) menjadi Rp 42.500 (Desember 2010). Artinya nilainya naik sebesar 54.5%/tahun atau 4.5%/bulan.

Di masa yang akan datang kecenderungan ini akan terus terjadi, bahkan akan lebih besar lagi percepatan kenaikan nilai peraknya, karena permintaan dan penggunaannya akan jauh lebih besar. Apalagi ditunjang oleh kampanye dari orang-orang seperti Robert Kiyosaki dan Max Keiser di atas. Permintaan koin perak akan membesar dalam waktu dekat ini karena beberapa hal:

  1. Meski secara alamiah produksi perak jauh di atas produksi emas, stok perak saat ini justru lebih langka ketimbang emas.Sebab perak digunakan untuk berbagai keperluan industri, dan sebagian besar telah terkonsumi habis. Ini berbeda dengan emas yang stoknya tidak pernah berkurang, karena hanya digunakan sebagai cadangan kekayaan. Jadi, sensitifitas nilai tukar perak akan sangat tinggi terhadap peningkatan permintaannya.
  2. Perak dan emas sama-sama merupakan logam mulia, tetapi harganya jauh lebih murah ketimbang emas. Sebagai koin Dirham saat ini dapat diperoleh mulai dari 1/6, 1/2, 1, 2 dan 5 Dirham. Ini membuat perak dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
  3. Bersama pasangannya Dinar Emas, Dirham perak secara praktis telah berlaku kembali dan digunakan sebagai alat tukar atau mata uang. Ini memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak memiliki uang (rupiah) pun dapat memiliki Dirham perak, melalui jual beli, barang dan jasa. Artinya seorang kuli atau tukang becak pun akan dapat memiliki Dirham perak, kalau ia meminta bayarannya dalam Dirham perak. Pemakaiannya sebagai mata uang akan mendongkrak kebutuhan koin perak secara dramatis.
  4. Dirham merupakan alat pembayar zakat mal, dengan ketentuan Nisab yang lebih rendah dari Dinar, yakni 200 Dirham. Ini memberi kesempatan bagi si kaya untuk berbagai kepada si miskin, melalui pembagian zakat mal, dengan jumlah muzakki yang akan jauh lebih banyak ketimbang muzakki yang memegang Dinar emas. Dan ini berarti pemerataan kekayaan akan lebih mudah dan luas terjadi melalui koin Dirham perak. Secara umum pengenalan masyarakat Indonesia terhadap perak sejauh ini memang sangat rendah. Logam ini paling-paling dikenali sebagai bahan kerajinan perak, yang juga tak banyak diminati. Tetapi, dengan dikembalikannya fungsi perak sebagai uang dalam bentuk koin Dirham perak, pemahaman tentang perak ini telah dengan cepat kembali tersebar luas. Bisa kita harapkan permintaan perak akan melonjak dalam waktu dekat ini, yang otomatis juga akan mendongkrak nilai tukarnya.

Lihatlah yang terjadi di Amerika Utara saat ini. U.S. Mint, pencetak koin emas dan perak di AS, kuartal pertama tahun ini saja telah menjual koin Silver Eagle jauh di atas periode-periode sebelumnya, lebih dari satu juta koin. Royal Canadian Mint, selama 2009, meningkatkan produksinya sampai 9.7 juta koin perak, Silver Maple Leafs, juga merupakan rekor tertinggi. Di Asia, setidaknya di Indonesia dan Malaysia, meski belum ada angka kongkritnya, permintaan akan koin perak ini belakangan juga sangat tinggi.

Dengan memahami karakteristik perak dalam fungsinya sebagai uang secara lebih baik, sebagaimana diuraikan di atas maka posisi perak dan emas adalah komplementer, bukan alternatif. Artinya tindakan sebagian orang yang menabung koin Dirham perak untuk suatu saat ditukarkan dengan koin Dinar emas adalah keliru. Dirham perak dan Dinar emas memiliki fungsinya sendiri-sendiri: masing-masing sebagai alat tukar benda bernilai kecil dan bernilai besar. Keduanya bisa saja ditabung, tetapi itu hanya yang memang 'bersisa', selebihnya gunakanlah untuk bertransaksi sehari-hari.

Thursday 9 December 2010

Dinar Dirham sebagai Solusi Kegagalan Cantona

Seruan Eric Cantona kepada seluruh penduduk dunia untuk melakukan revolusi social dengan menarik seluruh uangnya di bank secara global kandas. Tidak terdapat laporan yang menunjukkan antrian panjang orang di bank-bank untuk menarik seluruh uangnya di bank. Malah ada politikus Prancis yang mengatakan ajakan Cantona tidak bertanggungjawab dan dikecam sebagai sesat.

http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/kegagalan-eric-cantona-ancaman-perbankan-kapitalis.htm

Di Indonesia, ajakan itu tidak tepat waktunya karena jelas di calendar Indonesia, tanggal 7 desember 2010 adalah tanggal merah, bertepatan hari libur nasional, sebagai 1 Muharram 1432 H, sehingga otomatis seluruh bank tutup dan tidak ada yang beroperasi.

Ajakan Cantona bila diaplikasikan di Indonesia bukan salah waktu juga, karena bertepatan tanggal 7 Desember 2010, telah diselenggarakan Festival Hari Pasaran (FHP) Depok di halaman gedung MUI, dimana sebelumnya telah diadakan pawai untuk menyerukan penggunaan dinar dan dirham sebagai alat transaksi, sebagai solusi yang muncul dengan makin sadarnya masyarakat yang telah mengetahui bahwa bank adalah salah satu pemicu krisis global.

Dalam FHP itu, masyarakat diajak untuk menggunakan dinar dirhamnya untuk membeli barang yang dibawa pedagang-pedagang yang tergabung dalam JAWARA (Jaringan Wirausahawan Pengguna Dinar Dirham) yang mengikuti FHP tersebut.

Bila di Eropa, ajakan Cantona hanya sebatas seruan, tapi di Indonesia dan juga beberapa Negara seperti Malaysia, Brunei, Singapura dan Negara-negara Eropa seperti Inggris dan juga Afrika Selatan, ajakan itu disertai dengan adanya solusi, yaitu dinar dirham untuk alat transaksi yang adil, bebas riba dan sesuai syariah.

Mudah-mudahan ajakan itu bisa menjadi renungan dan pembelajaran umat Islam untuk kembali kepada Allah SWT dengan melaksanakan salah satu tuntunan teladan kita, Rasulullah SAW.

Monday 6 December 2010

Ekonomi Titanic: Redenominasi Jalan Terus?

Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia

Uni Eropa gagal talangi Irlandia, zona Euro oleng. Kedua Korea saling baku tembak. Pasar global guncang! Sementara itu zona dinar dirham kian semarak.

Ekonomi dunia ibarat kapal Titanic, meskipun lambung kapal sudah pecah dan air laut sudah masuk memenuhi ruang-ruang di lambung kapal, orang-orang tidak menyadarinya, bahkan konyolnya, dalam keadaan kapal Titanic yang kian kritis, orang-orang makin asyik aja berdansa, menikmati alunan musik yang membuai khayalan. Mereka pun tak tahu apa yang sedang terjadi!

Hal ini mirip dengan apa yang sedang terjadi didunia saat ini, khususnya di Indonesia. Pekan lalu - 24 November 2010 - diadakan Seminar Akhir Tahun 2010 di kantor pusat Bank Indonesia. Tadinya penulis ingin ikut menghadiri seminar tersebut, namun sudah bisa saya duga sebelumnya, apa-apa saja yang bakal dibahas di sana. Tentu tidak jauh dengan rencana Redominasi Rupiah yang mulai disosialisasikan di awal Januari 2011 besok.

Inilah ekonomi Titanic ala Indonesia. Untuk mengelabui apa yang sebenarnya sedang terjadi atas krisis global, para bankir mulai mengalihkan perhatian manusia dengan Redenominasi Rupiah. Juga pada kian perkasanya rupiah dengan masuknya Hot Money, sehingga devisa kita menggelembung sampai 100 milyar dollar! Padahal ini terjadi bukan karena naiknya volume ekspor negeri kita. Tapi semata-mata hanya karena masuknya uang panas sebagai pelarian modal, milik korporasi-korporasi Eropa, Amerika dan lainnya. Nah, bila dana tersebut sudah layak tarik, biasanya dalam hal aksi ambil untung, tentu Hot Money bisa dengan mudah keluar dari Indonesia. Dan sudah bisa ditebak, krisis moneter jilid II bakal terjadi.

Meski demikian, warga Indonesia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Umumnya kita begitu asyik dengan pekerjaan dan bisnis kita masing-masing, terkadang tidak mau peduli bahwa uang kertas rupiah sudah pada fase yang sangat kritis. Antara lain karena pengaruh yang bakal dialami oleh mata uang dunia lainnya, seperti Dollar AS, Euro, Yen, Yuan dan Poundsterling dalam waktu dekat ini, yaitu Hiperinflasi akibat dari Perang Mata Uang dan Permainan Pasar Valas!

Lalu orang-orang akan tersadar dan panik, begitu mereka mengetahui bahwa ekonomi ala Titanic sudah pecah dan kapal mulai tenggelam terbelah dua! Orang-orang berlarian dari sistem uang kertas dan bank, berebut membeli dinar dirham dengan segala yang masih dianggap ada harganya. Namun dari 200 juta orang yang panik tersebut, ada ribuan orang yang begitu tenangnya menaiki sekoci-sekoci yang mampu menyelamatkan kondisi ekonomi mereka, yaitu dinar dirham. Mereka inilah orang-orang yang dikeluarkan Allah SWT dari dampak riba yang menyebabkan Bencana Runtuhnya Ekonomi Global. Itulah sekoci Muamalah ala Amal Madinah abad I Hijriah yang kini semakin hidup dan semarak lagi. Selamat Tenggelam Ekonomi ala Titanic, dengan lambung-lambung yang bocor: Dollar, Euro, Yen, Yuan dan Poundsterling. Selamat datang di Zona Dinar Dirham, Zona Muamalah yang diselamatkan Allah SWT, yang telah diawali di Kampung Nelayan Cilincing [SF]

Awas Dinar Dirham Ilegal!

Koin Dirham Illegal




Koin Dirham WIN


Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia

Masyarakat diharap hati-hati dalam menukarkan koin dinar emas dan dirham perak. Agar hanya menukarnya di Wakala dan drop point-nya yang bernaung dalam barisan WIN.

Wakala Induk Nusantara (WIN) adalah satu-satunya pihak yang mendapat amanah dari World Islamic Mint (WIM) dan World Islamic Trading Organization (WITO), memiliki otoritas mencetak dan mengedarkan dinar emas dan dirham perak di Indonesia. Dinar dan Dirham WIN karenanya juga berlaku dan diekspor ke beberapa negara lainnya, karena sesuai dengan standar internasional. Standar tersebut adalah hasil riset Haji Umar Ibrahim Vadillo, sesuai ketetapan Khalifah Umar ibnu Khattab Radyallaahu Anhu, pada koin dinar dirham awal sejarah Islam, duriba 20 Hijriah.

Memang ada pihak lain yang ikut-ikutan mencetak dan mengedarkan dinar dirham. Tetapi, tentunya dengan motif (desain) gambar dan standar yang berbeda pula dengan standar baku internasional hasil riset WITO yang telah populer sejak 1992 silam. Baik itu standar dinar dirham yang lama (1992-2010) maupun standar dinar dirham yang baru, yang belum lama ini diluncurkan di Kelantan, Malaysia, 2 Ramadhan 1431 H, bertepatan dengan tanggal 12 Agustus 2010.

Sedangkan standar pada koin dinar dirham yang diterbitkan oleh pihak lain, tentunya sesuai dengan selera masing-masing pembuatnya. Tetapi, karena koin dinar dirham WITO begitu populer di penjuru dunia, ada oknum-oknum yang cenderung meniru, mencetak dan mengedarkan tanpa izin, koin-koin yang mirip dengan yang telah diterbitkan oleh Amirat Indonesia, khususnya koin dinar dirham WIN.

Adapun koin yang nyaris mirip dan serupa dengan dinar dirham Wakala Induk Nusantara (WIN), dan beredar di Indonesia, adalah koin dinar dirham beridentitas IMN. Kedua koin ini, memang dulunya dalam satu barisan dengan WIN, tetapi belakangan memiliki tujuan sendiri. Berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh Amirat Indonesia, yang menaungi urusan dinar dirham di Indonesia, tidak diindahkan. Demikian juga berbagai hal yang ditetapkan oleh WITO dan WIM, tidak diikuti. Maka, secara resmi Haji Umar I Vadillo, mewakili WITO dan WIM, menyatakan bahwa inisiatif dinar dan dirham di luar WIN tersebut, tidak terkait sama sekali dengan inisiatif secara internasional.

Meskipun demikian, koin dinar dirham dengan desain yang mirip dengan koin dinar dirham Wakala Induk Nusantara tetap dicetak dan diedarkan oleh pihak tersebut di atas. Dengan corak, ukuran dan kadar, tetap menyontek ketetapan WITO. Seharusnya pihak IMN tidak memakai stempel koin dengan desain tersebut, serta tidakl agi mencantumkan segala kaitannya dengan WITO. Pihak yang tidak ada kaitan dengan Amirat manapun WIM dan WITO tidak berhak mencetak dinar dirham, dengan ketetapan ini. Para pebisnis dinar dirham ini harusnya membuat desain yang berbeda, bukan malah memanfaatkan kepopuleran dinar dirham WITO yang telah dirintis sejak 1992. Terbukti dinar dirham ilegal ini mulai membingungkan masyarakat.

Dinar Dirham Membuat Petaka

Akhir pekan yang seharusnya ceria, berubah menjadi hiruk pikuk, ketika ada dua orang, entah dari mana asalnya membelanjakan koin dirham illegal di zona Wisata Dinar Dirham Cilincing, Jakarta Utara. Meski sama-sama terbuat dari perak, namum hal ini menjadi masalah di masyarakat, karena koin dirham tersebut memang mirip dengan koin dirham Wakala Induk Nusantara, padahal tidak berasal dari jaringan WIN.

Pedagang yang curiga, sengaja menelepon penulis, Sufyan al Jawi, tentang keberadaan koin bajakan tersebut, yang memang sudah dilepas dari sertifikatnya. Hampir saja orang tersebut dibawa ke kantor Polsek yang memang berada di zona tersebut. Seperti diketahui, bahwa sejak dicanangkannya zona Wisata Dinar Dirham di Jalan Sungai Landak dan Kampung Nelayan Cilincing, pada 23 Oktober 2010 silam, izin resmi dari pihak Kepolisian RI, telah diberikan.

Bapak Camat Cilincing, sebelumnya telah mewanti-wanti perihal masuknya koin dinar dirham illegal (palsu) maupun bajakan di zona ini. Beliau bahkan menyarankan, agar perizinan ditingkatkan ke Walikota Jakarta Utara, agar Zona Wisata dinar Dirham masuk menjadi agenda resmi Pemda DKI Jakarta sebagai tujuan wisata.

Orang yang membawa dirham bajakan tersebut mengaku tidak mendapatkan akses informasi tentang dinar dirham mana yang seharusnya sah secara otoritas WITO dan WIM di Indonesia. Sehingga dia membeli koin dinar dirham bajakan tersebut kerena harganya paling murah! Secara syari'at, pihak yang memegang otoritas terbitnya dinar dirham adalah Khalifah, atau Sultan yang menegakkan Hukum Islam. Bila keduanya tidak ada, atau tidak mampu, maka Imam atau Amir Kaum Muslimin lah yang menggantikan otoritas mereka dalam menerbitkan dinar dirham. Bukan sembarang orang yang punya uang boleh seenaknya mencetak dinar dirham, apalagi tujuannya adalah berbisnis semata. (SF)

Thursday 25 November 2010

CANTONA CALLS FOR REVOLUTION

Eric Cantona has taken it upon himself to promote a revolution against the banking oligarchy calling for everyone to take their money out of the banks.

In an October interview with Nantes newspaper Presse Ocean, as France endured a series of nationwide strikes against President Nicolas Sarkozy’s plans to raise the pension age, Cantona questioned the effectiveness of street protests.

He said: “I don’t think we can be entirely happy seeing such misery around us. Unless you live in a pod. But then there is a chance… there is something to do. Nowadays what does it mean to be on the streets? To demonstrate? You swindle yourself. Anyway, that’s not the way any more.

“We don’t pick up weapons to kill people to start the revolution. The revolution is really easy to do these days. What’s the system? The system is built on the power of the banks. So it must be destroyed through the banks.

“This means that the three million people with their placards on the streets, they go to the bank and they withdraw their money and the banks collapse. Three million, 10 million people, and the banks collapse and there is no real threat. A real revolution.

“We must go to the bank. In this case there would be a real revolution. It’s not complicated; instead of going on the streets and driving kilometres by car you simply go to the bank in your country and withdraw your money, and if there are a lot of people withdrawing their money the system collapses. No weapons, no blood, or anything like that.”

He concludes: “It’s not complicated and in this case they will listen to us in a different way. Trade unions? Sometimes we should propose ideas to them.”

Cantona’s ‘revolution’ of sorts – whether he intended it as one or not – has gone viral.

A campaign, bankrun2010.com, has been launched by GĂ©raldine Feuillien, a Belgian screenwriter, and Yann Sarfati, a French actor, in an effort to coordinate the action and make it global.

Blaming the banking sector for pretty much all of the world’s ills, including war, famine and pollution, they are urging supporters to withdraw their money from their bank accounts on December 7.


http://www.ericcantona.com/2010/11/22/cantona-calls-for-revolution/