WAKALA DIRHAM BIMA

Monday 18 July 2011

Bermuamalah mulai dari kebutuhan pulsa, listrik dan air

Sampai detik ini, masyarakat yang mengenal dinar dirham sudah makin meluas. Ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang menukarkan uang kertasnya ke dalam bentuk dinar emas dan dirham perak. Mereka sedikit tergiur dengan apa yang tersaji dengan angka-angka, grafik-grafik, yang semuanya mencerminkan kedua koin alat tukar tersebut mengalami kenaikan, tentunya bila dilihat dalam sisi angka nominal uang kertas.

Apakah akan berhenti sampai langkah menukarkan ke dalam bentuk koin saja dan ujung-ujungnya menukarkan kembali ke dalam kertas-kertas bila sedang memerlukan?

Langkah selanjutnya untuk membuktikan bahwa kita paham dengan yang namanya Dinar dan Dirham (DnD) adalah menggunakannya untuk bermuamalah, atau yang sering kita pahami sebagai bertransaksi dengan orang lain, baik itu hubungan jual - beli, muzakki – mustahik dan hubungan lainnya. Tidak setiap orang bisa menjadi muzakki untuk menunaikan zakat maal emas dan perak berupa 0.5 dinar dan 5 dirham dari 20 dinar dan 200 dirham.

Menjadi kebalikannya, setiap orang pada zaman sekarang pasti membutuhkan pulsa untuk berhubungan dengan orang lain, setidaknya keluarga dan teman sejawat. Juga membutuhkan listrik setidaknya untuk membaca tulisan ini di sebuah PC atau laptop dan HP yang sudah kehabisan baterai. Yang paling penting, air adalah kebutuhan yang sulit sekali dipisahkan, setidaknya untuk berwudhu 5x sehari dan tentunya untuk menghilangkan dahaga tenggorokan.

Mendapat rekomendasi dari Distributor Sambel Bu Yudy Surabaya, bahwa temannya, Julianto, seorang karyawan Universitas Trunojoyo, Bangkalan, Madura, yang berdomisili di daerah Bulak Banteng, Surabaya Utara, melayani jasa pengisian pulsa maka saya langsung menghubungi, sekaligus memesan pengisian pulsa Esia. Tentunya pembayaran dilakukan dengan dirham. “Bapak pertama kali yang membayar saya dengan dirham”, aku Julianto. Padahal beliau sudah berjibaku dalam usahanya tersebut sejak lama dan telah diketahui di Universitasnya, juga telah mengenal DnD sejak lama. Alhamdulillah.

Dengan semangat mendapatkan koin nisfu dirham pertama kali dari hasil usahanya, Pak Julianto berangkat mendekat ke daerah Ujung untuk mengambil koinnya tersebut. Ternyata selain melayani jasa pengisian pulsa, beliau juga melayani pembayaran listrik dan telpon rumah, Flexi Pascabayar dan PDAM (hanya khusus daerah Bandung).

Ya, bermuamalah dengan DnD tidak perlu menunggu kekhalifahan berdiri, tapi bisa dimulai dari yang kecil dan menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti listrik, air dan pulsa. Bagi yang ingin langsung bermuamalah dengan DnD, tidak perlu ragu, hubungi Julianto di nomor 085645056882 atau 03160340670 atau bisa di add YM djuli_blitz1.

DnD tidak lagi hanya disimpan dan dilihat kenaikan nominalnya namun akan segera beredar dan dinikmati manfaatnya oleh orang lain dengan menggunakannya.

Tragedi Ganda Pendidikan Kita

Entah apa reaksi Anda membaca berita yang muncul di media massa tiap-tap tahun ajaran baru: biaya pendidikan tinggi kita sampai strata 1 (sarjana), mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan bisa di atas Rp 500 juta. Mulai dari Universitas Indonesia di Jakarta sampai Universitas Hassanudin (Unhas) di Makasar, seolah berlomba mematok tarif tinggi. Uang pangkalnya saja, untuk Fak. Kedokteran UI, misalnya, adalah Rp 400 juta, sedang SPP Fak Kedokteran Unhas total Rp 100 juta. Memang ini untuk jalur 'nonsubsidi', tapi biaya kuliah jalur biasa pun akan mencapai puluhan juta rupiah.

Padahal, biaya mahal pendidikan ini bukan hanya di tingkat perguruan tinggi. Banyak sekolah, termasuk 'Sekolah-Sekolah Islam', di sekitar kita kini menjajakan dagangan bertarif premium. Sudah biasa kalau uang pangkal yang dipasang untuk jenjang dari Pra-TK, TK, SD, SLTP, sampai SLTA, secara total mencapai Rp 100-Rp 150 juta. SPP sudah tergolong standar kalau dipatok Rp 750 ribu-Rp 1.5 juta/bulan. Maka, untuk meluluskan seorang anak sampai SLTA, orang tua harus membayar sampai Rp 200-300 juta. Untuk sampai sarjana pun total biaya bisa mencapai Rp 700 - Rp 800 juta/anak!

Sekolah-sekolah negeri pun tak kalah mahalnya. Sebuah SMP Negeri 'biasa' di Depok, mengharuskan pembayaran uang pangkal Rp 4.5 juta. Sedangkan yang berstatus sebagai RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) mematok uang pangkal Rp 12.5 juta. Untuk tingkat lanjutan atas (SLTA) antara Rp 12.5- 25 Rp juta! Itu untuk setiap anak.

Bagaimana kalau dua, tiga, atau lebih banyak anak lagi, harus dibiayai dalam satu keluarga?

Sementara itu lihatlah hasilnya: data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan fakta bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang di negeri ini justru semakin tinggi kemungkinan menganggurnya. Persentase sarjana yang menganggur lebih tinggi dari lulusan D3, yang lebih tinggi lagi dari lulusan D2, begitu seterusnya. Sebabnya, bukan karena alasan link and match, kesesuaian keahlian dan kesempatan kerja, yang tak terpenuhi, melainkan karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin dungu life-skillnya (keprigelan hidup).

Padahal, bukankah keprigelan hidup itu adalah fitrah seseorang? Bukankah ini menunjukkan bahwa 'pendidikan' yang dijajakan pada kita saat ini justru merusak kapasitas fitrah anak-anak kita? Dan harus dibayar dengan mahal pula?

Islam mengajarkan kita sesuatu yang berbeda. Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, menegaskan bahwa penularan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan, merupakan bagian dari layanan sosial. Membagi pengetahuan adalah sedekah jariah, satu di antara tiga amalan, yang tak putus pahalanya meski yang memberikannya telah meninggal dunia.

Universitas-universitas Islam, seperti Al Azhar di Cairo, Zaituna di Tunis, Qarawiyyin di Fez, dan Nizamiyya di Bagdad, adalah contoh-contoh penyedia layanan pendidikan bermutu dan sepenuhnya dibiayai oleh wakaf. Kebutuhan seluruh civitas academica di situ, baik untuk kegiatan akademik maupun kehidupan pribadi, dijamin oleh institusi wakaf. Tidak perlu kita katakan lagi, tentu saja, pesantren dan madrasah-madrasah kita di masa lalu, dalam konteks dan sekala yang berbeda, mengalami hal serupa.

Begitulah, satu bukti berjalannya amaliah kaum Muslimin, di mana pun mereka berada, adalah tersedianya pendidikan bermutu dan murah. Pendidikan mahal - apalagi tidak bermutu - bagi seorang Muslim adalah sebuah tragedi, dan bahkan skandal sekaligus.

Betapa tidak?

Pertama, Rasulullah SAW, menyatakan bahwa satu di antara tiga sedekah jariah yang tidak putus pahalanya, selain membesarkan anak saleh dan menafkahkan harta-jariah, seperti telah disinggung sebelumnya, adalah amal ilmu pengetahuan. Dengan kata lain pendidikan itu sendiri, dan dengan demikian persekolahan itu sendiri, adalah sebentuk jariah. Menjadikan ilmu pengetahuan, pendidikan dan persekolahan, sebagai komoditi dagangan, dengan demikian, sangat menjauhi ajaran Rasul, SAW.

Kedua, keperluan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai bagian tak terpisahkan dari jariah pengetahuan, seharusnya dipenuhi dari jariah pula, yakni harta wakaf.

Tragedi ganda dunia pendidikan kita adalah sarana dan prasarana pendidikan itu kini telah menjadi bagian dari industri riba. Orang tua murid harus membayar lebih banyak untuk melayani industri riba itu, daripada kegiatan belajar-mengajarnya itu sendiri. Sekolah-sekolah kita kini, bukan cuma yang swasta, bahkan yang negeri sekalipun telah berada dalam cengkeraman para rentenir - para bankster yang sama sekali tak bermoral. Semua sektor kehidupan, atas nama 'swastanisasi', sesungguhnya adalah pengambilalihan oleh kaum lintah darat ini. Gedungnya, tanahnya, peralatan laboratorium, alat peraga, sebut saja setiap jengkal dan bagian dari sarana dan prasarana pendidikan kita, pastilah milik (baca: kredit dari) bank A atau bank B, dengan label bank pembangunankah, bank syariah atau bank lainnya.

Kita bukan tidak memiliki solusi: wakaf. Kalau saat ini perwakafan kita dalam keadaan mati, atau salah kelola, tugas kitalah untuk menghidupkannya, atau merestorasinya, kembali. Bukan malah menggantikannya dengan memperdagangkan pengetahuan itu, yang seharusnya merupakan lahan jariah itu sendiri. Sebab, tragedi hilangnya wakaf yang paling menonjol justru pada dua sektor layanan sosial terpenting bagi umat, yaitu layanan kesehatan (rumah sakit dan klinik) dan pendidikan ini.

Pembajakan harta wakaf pada kedua sektor dasar ini saat ini seperti menjadi sebuah kelaziman, terutama dengan agresifnya para rentenir berdasi itu, yakni industri perbankan - meski diembel-embeli dengan kata syariah di belakangnya.

Penulis : Zaim Saidi, Direktur Wakala Induk Nusantara

Sumber : www.wakalanusantara.com

Thursday 14 July 2011

Mahar Unik 8 Dinar 8 Dirham dan 68 Daniq

Sebahagian Masyarakat Pangkalan Berandan sekitar 65 Km dari Kota Medan menyaksikan pengalaman pelaksanaan Muamalah Islam dalam pelaksanaan akad nikah antara Ir. MS Khalid (Mantan ketua PB HMI) dengan ibu Dr Rosdanelli - dosen Fakultas Tehnik USU Medan dan aktivis pengembangan UKM, bertempat di Jalan Imam Bonjol No. 98 Pangkalan Brandan, Sumutra Utara. Acara resmi pernikahan yang dihadiri oleh bukan hanya sanak keluarga dan kerabat terdekat dari Masyarakat Dinar Dirham Sumut tetapi juga dihadiri oleh penyanyi Islam terkenal - Muhsin Alatas. Yang unik lagi mahar mempelai pria adalah 8 Dinar, 8 Dirham dan 68 Daniq beserta satu set tafsir Al Misbah.

Pada saat sekitar 300 undangan dari berbagai kalangan seperti pejabat lokal, akademisi, Kahmi, alumni SMA negeri 3 Medan dan masyarakat UMKM - yang sedang menikmati makanan khas melayu seperti roti jala, kari kambing serta bubur pedas dan anyang, masyarakat Dinar Dirham berdakwah singkat dengan mengumumkan kepada khalayak tentang perlunya kembali menjalankan sunnah. Ini sesuai dengan yang telah ditunjukkan oleh pasangan suami istri yang berencana untuk membuka wakala 'Golden Langkat Berseri' yang melayani Kota Pangkalan Berandan dan sekitarnya.

Masyarakat Pangkalan Berandan, insya Allah menjadi lebih tahu tentang Dinar dan Dirham. Pada saat acara pernikahan tersebut beberapa orang dari undangan langsung bertanya kepada Madinah Sumut dan mempertimbangkan untuk mengetahui lebih banyak dan menggunakan Dinar Dirham di Pangkalan berandan. Insya Allah kita semua mendapat Baroqahnya. Amin

Sumber : www.wakalanusantara.com

Dari Amir Rizal Medan

Krisis Eropa Dari Yunani Ke Italia

Tiga hari lalu (11/7), petinggi Uni Eropa menggelar pertemuan mendadak untuk membahas antisipasi kondisi ekonomi Italia yang terus memburuk. Demikian diberitakan oleh Kontan Online

Hadir dalam pertemuan tersebut, Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Jean-Claude Trichet, Ketua Eurogroup Jean-Claude Juncker, Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso, Komisioner Ekonomi dan Moneter Uni Eropa Olli Rehn, dan para menteri keuangan Eurogroup.

Menteri Keuangan Austria, Markia Fekter menyatakan, kondisi pasar surat berharga Italia yang terjun bebas, menjadi pembahasan serius. 'Kami ingin mengetahui, bagaimana Pemerintah Italia menangani hal ini,' katanya, kemarin.

Yield obligasi Pemerintah Italia yang diperdagangkan di pasar surat berharga melonjak akibat ketidakpercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Negeri Piza terhadap rencana penghematan anggaran negara yang dirilis pemerintah. Yield obligasi Pemerintah Italia bertenor 10 tahun, melonjak menjadi 5,39%, Senin. Ini level yield tertinggi untuk obligasi terbitan sebuah negara Uni Eropa.

Kemarin (Senin), regulator pasar modal Italia, sudah memutuskan melarang short selling, setelah indeks harga sahamnya jatuh ke posisi terendah sejak dua tahun terakhir. 'Italia kemungkinan tidak akan mampu membayar obligasinya,' kata Andrew Bosomworth, Fund Manager di Pacific Investment Management Co. 'Proyeksi kami, utang Italia sudah tidak sustainable,' lanjut Bosomworth.

Investor menginginkan otoritas keuangan dan pengambil kebijakan Italia dan Eropa selangkah lebih maju dalam mengantisipasi beban utang. 'Tetapi kami terus dikecewakan,' kata Elwin de Groot, Ekonom Fixed Income Rabobank di Belanda. Koran Jerman, Die Welt mengutip seorang pejabat Eropa menilai, European Financial Stability Facility (EFSF) tidak akan sanggup memikul pendanaan untuk membantu negara-negara Eropa yang terlilit utang, jika Italia ternyata membutuhkan bantuan dana bail out.

EFSF saat ini memiliki amunisi dana sebesar 1,5 triliun Euro, tidak akan cukup menalangi utang Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol dan Italia. Makanya, dalam pertemuan itu, sebagian negara Eropa mengusulkan membiarkan Yunani mengalami default untuk sebagian obligasinya. Ini akan meringankan beban Yunani dan beban negara Eropa yang harus menalangi beban utang negara Euro lain. Cuma, ECB dan negara-negara Eurogroup menentang usulan tersebut. Di sisi lain, ECB sendiri tidak bisa menjamin akan mampu menolong semua negara yang terlilit utang. 'Kita sedang menyaksikan akhir perjalanan hidup sebuah mata uang bernama Euro,' kata de Groot.

Bila euro berakhir, dolar runtuh, apa yang akan terjadi dengan rupiah? Mulailah biasakan diri bertransaksi dengan Dinar dan Dirham, sesegera mungkin.


Sumber : www.wakalanusantara.com